Para relawan PMI dari berbagai daerah berdatangan ke Kantor PMI Bantul pasca Gempa 5.9 SR
Hari Sabtu 27 Mei 2006 jam 05.55 WIB,10 tahun yang lalu masih
tetap segar dalam ingatan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.Bencana alam gempa bumi teknonik berkekuatan 5.9
SR telah memporakporandakan wilayah Yogyakarta
dan sekitarnya. Meluluhlantakkan ribuan rumah serta menyebabkan ribuan orang menjadi korbannya,baik
dalam kondisi luka luka maupun meninggal dunia.Wilayah
terdampak gempa bumi paling parah adalah Kabupaten Bantul yang menjalar ke
timur hingga Kabupaten Klaten.Peristiwa gempa bumi tersebut
mengagetkan semua orang ketika semua tengah bersiaga mengantisipasi erupsi
Gunung Merapi yang sebelumnya menunjukkan gejala “batuk batuk”.
BMKG mencatat,gempa susulan terjadi beberapa kali yakni pada pukul 06:10 WIB, 08:15 WIB dan 11:22 WIB.Banyak bangunan sarana publik,perkantoran dan rumah warga yang rubuh.Akses transportasi, listrik
dan komunikasi terputus.Bandara Adi Sutjipto ditutup karen gangguan komunikasi
dan kerusakan landasan pacu.Sehingga untuk sementara transportasi udara
dialihkan ke Bandara Achmad Yani Semarang dan Bandara Adisumarmo Solo.Sementara itu hanya saluran televisi yang masih dapat
dihandalkan untuk melihat perkembangan dari dampak gempa 5.9 SR tersebut.
Pemandangan memilukan terlihat diberbagai rumah
sakit yang ada di Yogyakarta yang penuh dengan para korban luka berat yang membutuhkan penanganan segera.Sementara itu dokter, perawat serta stok obat obatan sangat terbatas jumlahnya.Sehingga banyak korban luka berat yang
harus menunggu giliran untuk penanganan medisnya di pelataran rumah sakit.
Menjelang sore,pemandangan berbeda terlihat di
lapangan Dwi Windu Bantul.Sekelompok orang mulai membangun beberapa tenda
darurat yang difungsikan sebagai tempat pengungsian serta Rumah Sakit
Darurat.Itulah para relawan PMI yang lebih dikenal sebagai Tenaga Suka Rela
(TSR) yang langsung bergerak begitu mendengar dan menyaksikan begitu dahsyatnya
dampak gempa 5.9 SR tersebut.Untuk
penerangannya,menggunakan satu-satunya genset yang ada dan bisa dipakai. Seperti yang di ceritakan oleh seorang relawan bernama TotoKaryanto, begitu ‘sederhananya’
ruang operasi yang ada di rumah Sakit Darurat tersebut.Ruang operasinya adalah
sebuah tenda seng (tarub/terop) yang semula akan dipakai untuk tribun kehormatan
turnamen sepak bola se-Kabupaten Bantul pada esok harinya, 28 Mei
2006.Sedangkan meja operasinya adalah deretan meja belajar yang hanya dilandasi
karpet dan pinjaman dari sebuah SD yang lokasinya di selatan lapangan bola
tersebut.Sedangkan penyekat antar ruangannya juga menggunakan karpet yang
berbeda ketebalannya.
Saat itu di Rumah Sakit Darurat tersebut hanya ada dua orang tenaga medis
yang berasal dari sebuah klinik swasta yang bangunannya hancur akibat gempa.Semua
pasien dan tenaga medis diungsikan di RS Darurat PMI ini.Kelelahan nampak
sekali di wajah kedua tenaga medis itu. Terutama sang dokter yang usianya
sekitar 40-an tahun.Ia adalah dokter pertama yang memprakarsai pendirian RS
Darurat yang mulai beroperasi sejak siang hari dengan tempat seadanya.
Sejak
siang hari korban gempa yang mengalami luka serius yang sudah ditangani oleh
kedua tenaga medis tersebut sudah mencapai 30 pasien dan terus bertambah
jumlahnya menjelang malam.Sudah tak terkira terdengar suara pasien tersebut
meraung kesakitan ketika menjalani operasi karena tim medis kehabisan obat
bius.Karena kebutuhannya cukup tinggi,lalu RS Darurat tersebut oleh PMI
dikembangkan menjadi Klinik Lapangan.Yang dibangun
di lapangan tenis Dwi Windu atas prakarsa 5 org dokter,1 perawat,dan 1 personil
Humas PMI.
Kelima dokter PMI itu adalah: dr.Slamet (Bantul), dr.Agus
Zuliyanto (Banyumas), dr.Esti Nigtyas (Banjarnegara), dr.Tri Wahyudi dan dr.Seno
Suharyo (Surabaya).Dibantu oleh Sentot Sugiyarto (perawat) dan Wisnu Wardana (Humas) dari PMI Banjarnegara.Untuk
kebutuhan perlengkapan dan obat-obatannya berasal dari hasil sumbangan apotek apotek
serta stok PMI Bantul.
Keesokan harinya
bantuan obat obatan,mobil ambulan,tenaga medis dan relawan mulai berdatangan
dari berbagai wilayah sekitar Yogyakarta dan beberapa hari kemudian bantuan dari
luar negeri. Pasien luka serius yang sudah menunggu lama segera di
bawa ke rumah sakit di luar Yogyakarta seperti ke Solo,Purworejo,Magelang
bahkan sampai ke Semarang untuk mendapatkan penanganan segera.Bantuan ribuan kantong
darah dari PMI Pusat dikirimkan ke Yogya,Semarang, dan Solo.
Sedangkan relawan PMI lainnya segera menyisir ke
wilayah terdampak yang korban lukanya belum mendapatkan pertolongan.Para korban
tersebut segera dievakuasi.Selain itu untuk memetakan lokasi untuk distribusi bantuan,pelayanan kesehatan darurat sampai kepada penyediaan rumah tinggal sementara untuk para korban
bencana.Selain
membantu korban luka akibat gempa, PMI juga membantu kebutuhan air bersih bagi
para pengungsi.Bantuan logistik PMI berupa: family kit, hygiene kit, baby kit,
makanan dan minuman juga didistribusikan para relawan PMI.Ratusan relawan PMI
spesialis psikososial,membantu pemulihan trauma pasca bencana kepada warga dan
anak-anak di Yogya.
Berkat kerja keras para relawan PMI
serta relawan dari berbagai organisasi sosial lainnya,proses evakuasi,pemulihan dan rehabilitasi pasca gempa bumi 5.9 SR di Yogyakarta dan
sekitarnya dapat berlangsung lebih cepat.
Banyak orang awam
menilai bahwa seorang Relawan PMI identik dengan petugas pertolongan pertama
(PP) di konser musik,pengawal gerak jalan atau beragam kegiatan olahraga, seni
dan sebagainya yang memerlukan kehadiran sebuah ambulans beserta alat medis dan
petugas di dalamnya.Pandangan tersebut tidak salah,tetapi sangat keliru.Realitanya,banyak
tugas penting dan berisiko tinggi hingga harus "mempertaruhkan nyawa " bagi kehidupan orang lain dilakukan oleh para Relawan PMI.Salah
satunya terjadi ketika relawan PMI Bantul bernama Tutur Priyanto serta
seorang wartawan Vivanews gugur ketika melakukan tugas evakuasi penduduk
Kinahrejo sewaktu Gunung Merapi yang merupakan gunung berapi paling aktif di dunia
yang terletak di utara Yogyakarta meletus pada tanggal 26 Oktober 2010.
Hingga
saat ini kita masih dapat menyaksikan mobil Suzuki APV yang digunakan oleh relawan
PMI Tutur Priyanto yang terbakar dan meleleh diterjang awan panas teronggok di
petilasan rumah Mbah Maridjan.Sang juru kunci Merapi yang juga ikut menjadi
korban awan panas Merapi.
Tantangan dari proses evakuasi korban Merapi ini
adalah kondisi tanah yang berupa pasir dan debu yang masih panas,butuh waktu
lama untuk menjadi dingin.Apalagi 1 minggu kemudian Merapi kembali
meletus,bahkan letusannya lebih besar dari letusan tanggal 26 Oktober 2010.
Letusan kedua ini banyak menimbulkan korban jiwa meninggal dunia tersapu awan panas.Team
gabungan evakuasi yang terdiri dari aparat TNI,relawan PMI serta relawan dari
organisasi lainnya butuh waktu lama untuk mengevakuasi para korban tersebut
karena beratnya medan.PMI pun membantu proses evakusia dengan menurunkan
kendaraan multi medan yaitu panser khusus yang bernama Hagglund BV206.
Respon
Bencana relawan PMI yang bergerak cepat tidak hanya di kedua lokasi bencana
alam yang terjadi di Yogyakarta saja,tempat saya bermukim selama ini.Kita masih
ingat dengan benccana tsunami Aceh 26 Desember 2004,tragedi jebolnya tanggul Situ
Gintung di Tangerang Selatan yang menewaskan puluhan warga di bulan Maret 2009 erupsi
Gunung Kelud tahun 2014,tanah longsor di dusun Jemblung,Karangkobar Banjarnegara
di akhir tahun 2014,erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang masih
berlangsung hingga saat ini serta lokasi bencana lainnya,para relawan PMI menjadi
‘garda terdepan’ dalam proses
evakuasi para korban.
Berkaca pada begitu
vitalnya peran relawan dalam respon bencana alam yang sering terjadi di negara
kita,sepatutnya kita mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada mereka
atas dedikasi kemanusian yang tiada bandingannya ini.Apalagi bahwa kita menyadari
hidup di negeri yang rawan bencana sehingga peran para relawan PMI bisa menjadi
bagian dari early warning system.
Kedepannya diharapkan berubahnya
paradigma seorang relawan yang berkembang di masyarakat dari mereka yang selalu
terjun dan akan terjun hanya saat bencana terjadi,beralih kepada seorang yang
siap memberikan kontribusi dan manfaatnya kepada lingkungan sekitar kapan saja
dan dimana saja.Dan jadi relawan PMI tentu menjadi hak siapa saja.Termasuk saya
dan anda....
No comments:
Post a Comment