Masih
berkembangnya berbagai mitos yang salah dan cenderung menyesatkan di
tengah masyarakat tentang penyakit HIV/AIDS membuat orang yang
terinfeksi penyakit mematikan tersebut seringkali mendapat perlakuan
diskriminatif.Sebagian besar masyarakat masih menilai pengidap
HIV/AIDS ini adalah mereka yang mempunyai perilaku seks yang
menyimpang dan dikategorikan sebagai "bukan
orang baik baik".Tak
jarang bahkan pengidap HIV/AIDS ini harus terbuang dari kampung
halamannya karena masyarakat sekitarnya tidak mau menerima kehadiran
mereka dengan beragam alasan.Padahal orang dengan HIV/AIDS bisa
disandang siapa saja, termasuk anak-anak dan ibu ibu rumah tangga
yang berkelakuan baik.Stigma negatif tersebutlah yang menjadi beban
paling berat yang dirasakan pengidap HIV/AIDS selama ini.
Selain
masyarakat awam yang memandang sinis terhadap ODHA,masih banyak
ditemukan juga tenaga medis yang takut bersentuhan dengan penderita
HIV AIDS.Selain itu masih terdapat sejumlah rumah sakit yang tidak
mau menerima pasien HIV/AIDS untuk menjalani rawat inap.Saya kutip
contoh perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh tenaga medis
tersebut yang dialami oleh Dini,aktivis Jaringan Orang Terinfeksi HIV
Indonesia (JOTHI) dari sebuah situs media online.Pada suatu ketika,
perempuan muda itu mengalami efek samping obat Nevirapine,salah satu
obat antiretroviral yang harus dikonsumsi pengidap HIV/AIDS untuk
mempertahankan kualitas hidupnya.Dini pun mencari pertolongan ke unit
gawat darurat sebuah rumah sakit di Jakarta. Setelah tenaga kesehatan
mengetahui bahwa dia terinfeksi HIV,Dini dipindahkan ke ruang unit
gawat darurat bagian kejiwaan.Tentu saja Dini kesal dan marah
diperlakukan seperti itu.
Perlakuan
lebih "kejam"
juga diterima oleh orang yang dikategorikan sebagai Gay,Waria dan
Lelaki Seks dengan Lelaki (GWL) baik dilingkungan sekitar tempat
tinggalnya maupun dengan pelayanan fasilitas kesehatan yang ada.Para
GWL tersebut harus menanggung buruknya stigma ganda yaitu sebagai
waria,gay,lesbian dan orang dengan infeksi HIV/AIDS.Sehingga walaupun
sudah mengetahui dan mengakui terinfeksi HIV,mereka enggan
memeriksakan diri maupun berobat ke rumah sakit atau puskesmas.Dengan
kondisi dan perlakuan diskriminatif seperti itu banyak orang dengan
infeksi HIV/AIDS meninggal dunia.Walaupun secara rutin sudah meminum
obat,kondisi fisiknya akan memburuk karena mentalnya tertekan.
Saat
ini Pemerintah telah menyediakan obat gratis bagi penderita HIV/AIDS
yang dapat diperoleh di berbagai fasilitas kesehatan yang
ditunjuk.Namun dengan kondisi pelayanan kesehatan yang belum ramah
terhadap mereka menjadi persoalan besar yang harus segera
diatasi.Fasilitas kesehatan seharusnya justru menjadi garda terdepan
yang dapat menerima kondisi mereka apa adanya. Pembinaan rumah sakit
dan tenaga kesehatan menjadi sangat penting dan mendesak
diberlakukan.Jangan sampai penderita HIV/AIDS menjadi anak
tiri
dikala menjalani perawatan di rumah sakit.
Berbagai
macam stigma negatif dan perlakuan buruk terhadap penderita HIV/AIDS
ini ternyata sangat merugikan dalam upaya penanggulangan penyebaran
penyakit tersebut.Tidak mengherankan jika jumlah kasus HIV/AIDS ini
di Indonesia seperti fenomena gunung es,terlihat kecil dipermukaan
ternyata jumlahnya lebih besar dari yang diperkirakan.Terlihat dari
data yang dilansir oleh Kementrian Kesehatan sampai bulan September
tahun 2009,jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 18.442 kasus dan
kumulatif pengidap infeksi HIV sebanyak 28.260 kasus sehingga total
orang dengan HIV/AIDS mencapai 46.708 jiwa.Namun, Departemen
Kesehatan memperkirakan jumlah yang terinfeksi sekitar 300.000 kasus.
Upaya
untuk Menggerus Stigma Negatif
Upaya
pencegahan dan penyebaran penyakit HIV/AIDS ini tidak hanya menjadi
tanggung jawab Pemerintah saja,akan tetapi juga menjadi tanggung
jawab kita semua.Negara telah mengakomodasi dalam upaya menanggulangi
penyebaran penyakit HIV/AIDS ini dengan membentuk KomisiPenanggulangan AIDS Nasional
disingkat
KPAN.Komisi
ini tidak akan bisa bekerja secara maksimal dalam upaya
mengkampanyekan dan mendorong masyarakat agar tidak memberikan cap
buruk terhadap orang-orang yang sudah terdeteksi mengidap
HIV/AIDS.Upaya tersebut harus didukung oleh semua pihak mulai dari
jajaran pemerintah sendiri,tenaga medis serta peran serta dari
masyarakat luas.
Berbagai
upaya yang dapat kita lakukan diantaranya :
- Mengkampanyekan berbagai fakta tentang HIV/AIDS melalui berbagai saluran media yang ada,seperti media sosial,blog,penyebaran pamflet,brosur,mengadakan penyuluhan hingga ke pelosok desa serta melalui jalur pendidikan dengan memasukkan pelajaran tentang penyakit HIV/AIDS sejak bangku sekolah dasar. Saat ini,kampanye tentang penyakit HIV/AIDS tersebut masih minim dilakukan oleh aparat Pemerintah ditingkat bawah.Apalagi saat ini kasus pengguna narkoba terutama narkoba metode jarum suntik dikalangan usia muda menunjukkan tren peningkatan, tentunya hal ini akan mengakibatkan meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di masyarakat.Saatnya Komisi Penanggulangan AIDS Nasional bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) bahu membahu bersatu padu secara konsisten melakukan upaya pencegahan kedua penyakit tersebut dengan secara gencar melakukan penyuluhan ke masyarakat.
- Masyarakat melalui keluarga masing masing dapat berpartisipasi secara aktif dengan tidak memberikan stigma negatif lagi bagi tetangga maupun saudara yang terinfeksi HIV/AIDS ini. Dukungan penuh dari keluarga dan lingkungan sekitar inilah yang membuat penderita HIV/AIDS merasa dia tidak sendiri dalam upayanya melakukan pengobatan dan pencegahan penularannya.Sehingga dengan mental yang kuat,harapan hidup bagi penderita HIV/AIDS ini akan meningkat pula bahkan ada beberapa penderita yang dinyatakan sembuh total dari HIV/AIDS.
- Upaya menggerus stigma lainnya adalah dengan mengikuti kisah perjalanan hidup orang dengan HIV/AIDS,seperti kampanye yang dilakukan yang oleh World Vision Indonesia dan dikemas dalam bentuk ekshibisi interaktif HIV/AIDS One Life Evolution (OLE).Pameran OLE telah dilangsungkan bergilir di tiga kota besar yang memiliki angka penularan HIV tertinggi, yaitu Denpasar, Surabaya dan Jakarta.Di pameran OLE tersebut,pengunjung diajak mengikuti lima kisah hidup orang dengan HIV/AIDS dengan latar belakang beragam,mulai dari kisah Retno,seorang ibu rumah tangga,Tasya yang berusia tiga tahun,hingga Ahmad, seorang laki-laki muda.Seiring dengan narasi kisah hidup yang diperdengarkan lewat earphone, pengunjung memasuki lorong seorang diri dari satu ruang ke ruang lain.Ruang ditata sedemikian rupa sehingga menggambarkan kisah dan fase kehidupan tokoh mulai dari kecil hingga terinfeksi HIV. Di ujung perjalanan, pengunjung disodori berbagai pilihan sikap untuk merespons HIV/AIDS. Terdapat pula berbagai informasi seputar penularan HIV dan pesan untuk menghapus stigma negatifnya.Pameran OLE ini seharusnya mulai menyasar kota kota kecil di seluruh Indonesia,karena HIV/AIDS ini tidak memandang kota besar maupun kecil dalam mencari mangsanya.
- Kalau pada tahun 1990-an pemutaran film diselingi dengan promosi produk yang terkenal dengan hiburan layar tancapnya,tidak ada salahnya Pemerintah serta barbagai komunitas yang peduli dengan ODHA memanfaatkan kembali metode tersebut.Film film yang diputar mengisahkan tentang para ODHA dalam menjalani kehidupannya.Umpamanya ditampilkan pertandingan olahraga seperti sepakbola antara pemain ODHA dengan masyarakat umum. Hal ini untuk menepis persepsi negatif bahwa HIV/AIDS bisa menular melalui keringat.
- Upaya lainnya adalah melalui penyuluhan yang dilakukan oleh para pemuka agama.Bisa dilakukan ketika pengajian,ceramah di gereja atau ceramah dalam merayakan hari hari besar keagamaan.Belum banyak tokoh agama yang secara konsisten mendukung upaya dari KPAN untuk mengerus stigma negatif tentang penderita HIV/AIDS di tengah masyarakat. Lewat penyuluhan yang dilakukan oleh para pemuka agama tersebut,diharapkan masyarakat akan lebih percaya dan akan menimbulkan empati.
Untuk
lebih mengintensifkan kampanye bahaya penyakit HIV/AIDS secara
nasional serta mengusung pesan perlawanan terhadap stigma buruk
terhadap orang dengan HIV/AIDS serta orang orang yang hidup bersama
ODHA,Komisi Penangulangan AIDS Nasional akan menyelenggarakan
Pertemuan Nasional AIDS V (PernasAIDS V)pada tanggal 25-29 Oktober 2015 di Makassar,Sulawesi Selatan.Melalui
Pertemuan nasional tersebut diharapakan kampanye melawan stigma
negatif,diskriminatif terhadap ODHA akan lebih intensif lagi
digalakkan sehingga kedepannya para ODHA ini dapat lebih nyaman dalam
menjalani kehidupannya tanpa terusik dengan berbagai macam stigma
tersebut.
No comments:
Post a Comment