Namanya
Eko Budianto,orangnya biasa saja,terkesan kalem dan sopan pada setiap
orang yang ditemuinya.Umurnya masih cukup muda,sekitar 25
tahunan.Secara fisik dan penampilan, semuanya terlihat normal dan
tidak ada kekurangan pada anggota tubuhnya.Aktivitas berjalan atau
berlari maupun sekedar menikmati makan siang bersama dengan teman
temannya,semua bisa dilakukannya.Mengendarai sepeda motor pun tidak
kalah lihai dengan sesama rekan rekan kerjanya.Praktis dia bisa
melakukan aktivitas kerja seperti orang normal pada umumnya.Awalnya
saya tidak menyangka kalau Eko Budianto ini adalah penyandang
disabilitas karena secara sepintas Eko ini terlihat normal normal
saja.Menurut penuturannya,dia menderita tuna wicara dan tuna rungu
ini sejak lahir.
Perkenalan
saya dengan Eko Budianto ini sekitar tahun 2004 sewaktu saya masih
bekerja disebuah perusahaan manufaktur yang berlokasi di utara kota
Yogyakarta.Perusahaan lama saya tersebut berfokus pada produksi
barang yang terbuat dari plastik serta melayani pembuatan cetakan
produk plastiknya tersebut.Di bagian bengkel produksinya,berderet
deret berbagai macam mesin mekanik seperti mesin bubut,mesin
EDM,mesin surface
grinding,mesin
CNC Milling serta mesin milling manual.Sedangkan dibagian
produksinya,terdapat berbagai macam tipe mesin injection moulding.
Untuk mengoperasikan berbagai mesin
tersebut diperlukan keahlian khusus dan tidak sembarang orang
diperbolehkan mengoperasikannya.
Sudah menjadi tradisi bagi
perusahaan bila merekrut karyawan baru selalu diperkenalkan kepada
karyawan lama agar lebih cepat akrab dan terjalin komunikasi yang
lancar.Sehingga penyelesaian pekerjaan pun bisa lebih cepat.Begitu
juga dengan hari pertama Eko Budianto ini masuk kerja.
Dalam apel pagi sebelum memulai
aktivitas kerja,pimpinan perusahaan memperkenalkan secara singkat
profil si Eko ini termasuk kekurangan dirinya yaitu sebagai penderita
tuna rungu dan tuna wicara.Tidak hanya saya yang menganggap aneh
kebijakan perusahaan ini,rekan rekan kerja saya juga beranggapan
seperti itu,mau ditempatkan di bagian mana si Eko ini.Muncul banyak
keraguan dan pertanyaan,bagaimana nanti kalau si Eko ini mengalami
kecelakaan kerja sementara tidak ada satupun karyawan yang bisa
bahasa isyarat.Sepertinya pimpinan perusahaan memahami jalan pikiran
kami saat itu.Maklum lah baru kali ini saya dan rekan rekan
berinteraksi secara langsung dengan penyandang disabilitas.
Di
hari pertamanya masuk kerja,oleh kepala bagian bengkel Eko Budianto
ini ditempatkan di bagian kerja bangku,pekerjaan yang tidak
berhubungan dengan mesin mekanik.Tugas pokoknya adalah membuat
permukaan cetakan plastik menjadi kinclong atau mengkilap.Bahasa
bengkelnya moles.
Selama
ini tugas moles
ini dikerjakan oleh karyawan lainnya yakni pak Heru,dengan hadirnya
Eko ini,Pak Heru bisa digeser ke pekerjaan lainnya.Selama satu hari
penuh,Pak Heru mentraining Eko agar bisa melakukan pekerjaan poles
tersebut.Untuk bahasa komunikasinya,untungnya si Eko ini bisa menulis
dan paham artinya,sehingga membantu Pak Heru yang belum mahir bahasa
isyarat ketika ada hal yang belum jelas,cukup dengan menuliskannya
diselembar kertas.Jadi dialognya dalam bentuk tulisan.Saya yang
mengamati dari kejauhan jadi mengetahui bahasa alternatif selain
bahasa isyarat yang bisa digunakan oleh penderita tuna rungu dan tuna
wicara ini.
Hari
demi hari aktivitas Eko dalam menekuni pekerjaannya barunya patut
diacungi jempol.Bila waktu pertama kali datang,hasil polesannya
banyak yang belum kinclong serta buram di sana sini tidak butuh waktu
lama hasil polesannya sudah menyamai polesannya Pak
Heru.Produktivitas kerjanya juga bagus,dia tidak banyak melakukan
aktivitas kerja yang buang buang waktu.Paling hanya istirahat
sebentar untuk ke kamar kecil atau sekedar melemaskan otot otot
tangannya. Selebihnya kerja dan kerja.Bila ada yang belum jelas serta
pengin bertanya,si Eko ini juga tanpa ragu bertanya kepada rekan
rekan kerja lainnya.Tentu dengan media tulisan sebagai perantaranya.
Saya melihat semangat kerjanya betul betul tinggi,mengalahkan
semangat kerja orang normal. Melihat kenyataan tersebut memupus
keraguan saya dan teman teman lainnya,ternyata orang "tak
normal"
pun bisa bekerja dan hasilnya tidak kalah dengan orang normal.
Lihatlah
dalam foto diatas betapa gembiranya Eko Budianto ini dalam menjalani
hari harinya bersama rekan rekan kerjanya.Dalam berbagai aktivitas
diluar kerja terlihat tidak ada rasa canggung berbaur menyatu dengan
teman temannya.
Dengan adanya Eko Budianto
ini,banyak rekan rekan kerja saya yang kemudian bisa mengetahui
berbagai kode bahasa isyarat.Terkadang untuk menyegarkan
suasana,beberapa rekan saya tersebut membuat bahasa isyarat versi
sendiri yang kemudian ditunjukkan kepada Eko.Karena tidak tahu
artinya,si Eko ini hanya mesam mesem sendiri.Tak jarang si Eko ini
juga bercerita yang membuat kami semua tertawa.Apalagi dalam
bercerita si Eko ini begitu jujur mengungkapkan kisahnya.Dia
menceritakan ketika tertangkap dalam razia kendaraan oleh polisi lalu
lintas.Karena ditanyakan surat surat kendaraannya,Eko tidak ada
menjawab.Pak polisi pun memarahinya.Setelah tahu si Eko ini hanya
bisa bicara hahuhahu..serta kedua tangannya memberi bahasa
isyarat,pak polisi pun menyadari bahwa yang ditanyai ini penyandang
disafibiltas.Akhirnya si Eko ini malah bebas dan dilepas,tidak jadi
di periksa surat surat kendaraannya.
Berkaca pada pengalaman saya
berinteraksi langsung dengan penyandang disabilitas seperti Eko
Budianto ini,membuktikan bahwa mereka mau dan mampu bekerja dengan
baik bahkan hasilnya bisa melebihi pekerja normal.Mereka hanya perlu
diberikan kesempatan bekerja yang sama dengan orang normal
lainnya.Sampai hari ini,Eko Budianto ini masih bekerja di perusahaan
lama saya tersebut,sedangkan saya sudah mengundurkan diri.Tentu saya
harus memberi apresiasi yang tinggi terhadap manajemen perusahaan
yang telah mau dan peduli terhadap difabel dengan mempekerjakan
mereka.
Peran
dan Kepedulian Pemerintah Terhadap Difabel
Menurut
perkiraan ILO (lembaga PBB yang mengurusi tenaga kerja),sekitar 10 %
dari total jumlah penduduk Indonesia aatau sekitar 24 juta orang
adalah penyandang disabilitas (sumber disini).
Melihat kondisi tersebut,apabila isu ini tidak ditangani dengan
terencana dan komprehensif maka akan berpotensi menambah jumlah
pengangguran di Indonesia.Yang akhirnya akan menjadi beban negara dan
menimbulkan permasalahan sosial di tengah masyarakat.
Sesuai dengan UU no 4
Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat telah ditegaskan bahwa penyandang
disabilitas berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak serta mendapat perlakuan yang sama tanpa diskriminasi.Namun
faktanya saat ini tidak banyak perusahaan yang mau dan peduli dengan
mempekerjakan penyandang disabilitas ini.Tentu ini menjadi
keprihatinan kita semua.Perusahaan lama saya tersebut diatas bisa
menjadi contoh dengan memberi kesempatan kerja bagi penyandang
disabilitas,tentu dengan memperhatikan jenis dan derajat
kecacatan,pendidikan serta kemampuannya.
Untuk mendorong para
penyandang disabilitas yang tidak semuanya tertampung di berbagai
perusahaan karena berbagai sebab,Pemerintah pun membuka berbagai
pelatihan wirausaha secara gratis yang diperuntukkan bagi penyandang
disabilitas.Tujuannya agar mereka dapat mandiri.Seperti yang
dilakukan Pemkot Kota Yogyakarta yang melakukan pendampingan terhadap
30 orang dari berbagai jenis disabilitas mulai dari pelatihan,praktik
hingga pembagian peralatan usaha.Seperti dimuat di harian Kedaulatan
Rakyat tanggal 13 januari 2016,pada bulan Oktober 2015 kemarin 30
orang penyadang disabilitas tersebut mengikuti pelatihan membuat
bakpia di sentra bakpia Soemadigdo di kawasan Jl.Ireda
Prawirodirjan,Yogyakarta.Setelah mengikuti pelatihan kewirausahaan
secara intensif selama 5 hari,ke 30 orang tersebut mendapatkan
peralatan usaha yang cukup lengkap yaitu kompor gas,tabung
gas,oven,loyang serta perangkat pembuat bakpia.Tiap peserta dibagikan
satu perangkat secara lengkap sehingga bisa segera memulai produksi
bakpia di rumah masing masing.Selain 30 orang penyandang disabilitas
yang dilatih memproduksi bakpia,masih ada 30 orang lagi yang dilatih
memproduksi kerajinan tas dengan mengandeng produsen tas Gendis.
Dengan segala
kekurangan fisik dan/atau mentalnya,akan lebih baik lagi bila
Pemerintah dalam hal ini Pemkot Yogyakarta tidak hanya memberikan
pelatihan usaha saja namun juga ikut membantu pemasarannya.Dengan
mengikutisertakan mereka dalam pameran pameran produk baik di dalam
negeri maupun di luar negeri.Bila perlu kedepannya ada bantuan kredit
tanpa jaminan yang khusus diberikan kepada para penyandang
disabilitas yang memiliki prospek usaha yang menjanjikan.
Semua
orang berpotensi menjadi difabel/disabel karena beragam sebab,seperti
kelalaian berkendara di jalan raya yang berakibat
kecelakaan,kecelakaan kerja,bencana alam dan oleh sebab-sebab lain
yang tak terduga.Negara melalui BPJS Ketenagakerjaan yang mempunyai
program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) mulai tanggal 30 Maret 2015
menyempurnakan program tersebut menjadi Jaminan Kecelakaan Kerja
Return To Work (JKK-RTW).Program
yang berjalan sejak awal 2014 tersebut merupakan bentuk pelayanan
kepada pekerja yang mengalami cacat akibat kecelakaan kerja.BPJS
Ketenagakerjaan berkomitmen memberikan pelayanan berupa pendampingan,
hingga pembekalan mental dan keterampilan bekerja bagi pekerja yang
mengalami disabelitas akibat kecelakaan kerja. “Pendampingan
kami lakukan di Rumah Sakit Trauma Center hingga pembekalan mental
dan keterampilan sehingga mereka (pekerja disable) bisa bekerja
kembali di perusahaannya dan tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) karena ketidakmampuan bekerja,”
demikian siaran pers Drg.Endro Sucahyono.M.Krs (selaku Kepala Divisi
Pengembangan Jaminan), Rabu (8/4/15). Program Return
To Work
ini dilatarbelakangi oleh UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang
mengamanatkan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan
yang sama, termasuk penyandang cacat.
------------
Penutup
Kepedulian
Pemerintah,pengusaha serta masyarakat untuk mengenali dan memahami
serta mendukung berbagai kebijakan dan program penempatan tenaga
kerja khusus penyandang disabilitas akan turut
menumbuhkan kesadaran tentang kesetaraan hak bagi sebagian masyarakat
berkebutuhan khusus atau memiliki kendala fisik dan/atau mental,atau
dikenal sebagai penyandang disabilitas ini.Kalau
bukan kita yang peduli,kepada siapa lagi mereka akan menaruh
harapannya.
No comments:
Post a Comment